Pengertian
Jama’ah menurut bahasa berarti kelompok, sedangkan menurut syara’ berarti hubungan antara shalat imam dengan shalat makmum, atau ikatan yang terjalin antara shalatnya imam dengan ma’mum
Hukum
Shalat jama’ah berhukum fardlu kifayah, kecuali untuk shalat Jum’at. Hukum ini berlaku bagi laki-laki merdeka yang muqim serta tidak memiliki udzur.
Dalil
Dalil tentang shalat jama’ah adalah:
Firman Allah swt.;
وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ ٱلصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُمْ مَّعَكَ (النساء: 102 )
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu.” (QS. An Nisa’: 102)
Sabda Rasulallah saw.;
صَلاَةُ الجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةٍ (رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ وَ مُسْلِمٌ )
“Shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian dengan terpaut dua puluh tujuh tingkatan.” (HR. Bukhori-Muslim)
Syarat Menjadi Imam
Syarat menjadi imam dalam shalat jama’ah ada sembilan, yakni:
1.Islam.
2.Berakal.
3.Baligh.
4.Berjenis kelamin laki-laki, apabila yang menjadi ma’mum adalah laki-laki.
5.Suci dari hadats dan najis.
6.Dapat membaca Al Qur’an dengan baik, serta mampu menyempurnakan rukun shalat.
7.Tidak berstatus sebagai ma’mum.
8.Lidahnya normal, sehingga dapat membaca Al Qur’an dengan fashih. Bagi seorang umi, arotta dan altsagh tidak diperbolehkan menjadi imam, sedangkan ta’ta-a dan lahin makruh menjadi imam, kecuali bila sampai merusak makna lafadh yang dibaca.
9.Shalat Imam dianggap sah oleh madzhab yang diikuti oleh ma’mum.
Keterangan:
1)Umi adalah orang yang tidak bisa membaca surat Al Fatihah dengan baik, baik keseluruhan atau sebagian saja.
2)Arotta adalah orang yang membaca idghom bukan pada pada tempatnya.
3)Ta’ta-a adalah orang yang mengulang-ulang huruf ta’.
4)Fa’fa-a adalah orang yang mengulang-ulang huruf fa’.
5)ltsagh adalah orang yang mengganti huruf ra’ dengan huruf ghin, huruf tsa’ dengan huruf sin, atau huruf dzal dengan huruf za’.
6)Lahin adalah orang yang salah dalam mengi’rob (membaca harakat) lafadh surat Al Fatihah.
Kriteria Imam
Imam adalah orang yang paling berpengaruh dalam shalat jama’ah, sihingga Fuqaha’ sangat selektif dalam memlih imam, urutan kriteria imam yang harus diutamakan adalah sebagai berikut:
1. Penguasa daerah.
2. Imam tetap (rowatib).
3. Penduduk asli.
4. Faqih (orang yang pandai ilmu fiqih).
5. Qori’ (orang yang fasih membaca Al Qur’an).
6. Wara’ (orang yang wira’i).
7. Orang yang lebih dulu masuk Islam.
8. Orang yang baik nasabnya.
9. Orang yang bagus pakaiannya.
10.Orang yang bersih badannya.
11.Orang yang baik pekerjaannya.
12.Orang yang tampan wajahnya.
Syarat Ma’mum
Syarat menjadi ma’mum ada tujuh, yakni
1. Posisi tumit harus dibelakang imam
Syarat ini sangat lumrah, sebab sebagai pengikut, ma’mum harus berada di belakang sang imam. Sedangkan dalam penataan barisan shalat (shaf) aturannya adalah sebagai berikut:
a. Ma’mum satu orang
- Laki-laki: berdiri di sebelah kanan Imam dengan sedikit mundur.
- Perempuan: berdiri di belakang Imam.
b. Ma’mum dua orang atau lebih
- Laki-laki atau perempuan saja: berdiri di belakang imam.
- Laki-laki dan perempuan:
• Apabila laki-laki satu, maka dia berdiri di sebelah kanan imam dengan sedikit agak mundur, kemudian ma’mum perempuan berdiri di belakang imam.
• Apabila lebih dari satu, maka membuat barisan di belakang imam, dan ma’mum perempuan berdiri di belakang ma’mum laki-laki.
c. Ma’mum terdiri dari laki-laki, wanita, anak-anak dan banci
Membuat barisan di belakang imam, dengan posisi laki-laki berada di barisan paling depan, disusul anak-anak (lelaki), banci dan orang perempuan.
Catatan:
Makruh berdiri sendiri dibelakang shof, bahkan sebagian Ulama’ menganggapnya tidak mendapat fadhilah shalat jama’ah. Untuk menghindari hal itu, yang harus dilakukan adalah:
- Masuk ke shof ,
- Apabila tidak bisa, maka menarik ma’mum di depannya.
2. Mengetahui gerakan imam
Seorang ma’mum dapat mengetahui gerakan imam dengan cara:
a.Melihatnya secara langsung,
b.Mendengar suaranya,
c.Mendengar suara mubaligh,
d.Melihat shof di depannya.
3.Imam dan ma’mum berkumpul dalam satu tempat
Posisi imam dan ma’mum ketika shalat ada tiga kemungkinan:
a.Berada dalam masjid
Dalam keadaan ini, jama’ah berhukum sah secara mutlak.
b.Tidak dalam masjid, meliputi:
- Tanah lapang, dalam posisi ini jama’ah hukumnya sah apabila jarak antara imam dan ma’mum, antar shof, antar ma’mum, tidak lebih dari tiga ratus dzira’ atau seratus lima puluh meter.
- Suatu bangunan
Yakni imam dan ma’mum berada di suatu bangunan yang berlainan, dalam keadaan seperti ini jama’ah berhukum sah apabila:
• Memenuhi semua syarat yang berlaku ketika berma’mum di tanah lapang,
• Diantara imam dan ma’mum tidak terdapat penghalang yang mencegah sampai kepada imam atau melihat gerakannya,
• Jika terdapat penghalang, maka disyaratkan adanya orang yang berdiri di tempat yang lurus dengan jalan menuju imam, sebagai penghubung antara ma’mum dan imam.
• Imam dalam masjid sedangkan ma’mum di luar masjid
Dalam keadaan seperti ini, berma’mum berhukum sah apabila tiga syarat di atas telah terpenuhi, akan tetapi hitungan jarak dimulai dari ujung masjid.
Catatan:
- Makruh bagi ma’mum berada di tempat yang lebih tinggi dari tempatnya imam begitu pula sebaliknya, kecuali ada hajat (kebutuhan).
- Jalan dan sungai bukanlah termasuk penghalang antara imam dan ma’mum.
4.Niat Berjama’ah
a.Niat menjadi ma’mum hukumnya adalah wajib, misalnya:
أُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالٰى
b.Niat menjadi imam hukumnya sunnah, kecuali dalam shalat jum’at, misalnya:
أُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً إِمَامًا ِللهِ تَعَالٰى
5. Adanya kesesuaian urutan gerakan imam dan ma’mum
Oleh karenanya, jama’ah tidak sah apabila orang yang shalat fardlu berma’mum pada orang yang shalat gerhana atau shalat jenazah.
6. Ma’mum harus mengikuti imam dalam kesunahan yang apabila ditinggalkan akan nampak perbedaan yang sangat mencolok; seperti sujud tilawah dan tasyahud awal.
7. Ma’mum harus mengikuti gerakan imam
Maksudnya ialah:
- Ma’mum tidak boleh mendahului imam dalam dua rukun fi’li dengan sengaja dan mengerti keharamannya. Apabila lupa dan tidak mengerti keharamannya, maka shalatnya tidak batal, tetapi raka’at yang telah ia lakukan tidak dianggap.
- Ma’mum tidak boleh tertinggal dari imam dalam dua rukun fi’li tanpa udzur.
Sebab Putusnya Jama’ah
Hal-hal yang menyebabkan terputusnya jama’ah adalah:
1.Imam keluar dari shalat, baik karena semisal hadats, atau karena shalatnya telah selesai.
2.Niat memutus jama’ah (mufaroqoh)
Catatan:
Udzur yang memperbolehkan meninggalkan jama’ah di masjid:
1)Sakit yang memberatkan untuk jama’ah.
2)Khawatir bahaya yang akan menimpa pada diri, harta, atau kehormatannya.
3)Hujan, Lumpur, hawa yang sangat dingin.
4)Menahan kencing dan berak, atau sangat lapar dan dahaga.
5)Tertahan di suatu tempat.
6)Memakan sesuatu berbau busuk yang sulit dihilangkan.
7)Runtuhnya atap pasar, terjadi gempa, dan cuaca yang sangat panas siang malam.
Jama’ah menurut bahasa berarti kelompok, sedangkan menurut syara’ berarti hubungan antara shalat imam dengan shalat makmum, atau ikatan yang terjalin antara shalatnya imam dengan ma’mum
Hukum
Shalat jama’ah berhukum fardlu kifayah, kecuali untuk shalat Jum’at. Hukum ini berlaku bagi laki-laki merdeka yang muqim serta tidak memiliki udzur.
Dalil
Dalil tentang shalat jama’ah adalah:
Firman Allah swt.;
وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ ٱلصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُمْ مَّعَكَ (النساء: 102 )
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu.” (QS. An Nisa’: 102)
Sabda Rasulallah saw.;
صَلاَةُ الجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةٍ (رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ وَ مُسْلِمٌ )
“Shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian dengan terpaut dua puluh tujuh tingkatan.” (HR. Bukhori-Muslim)
Syarat Menjadi Imam
Syarat menjadi imam dalam shalat jama’ah ada sembilan, yakni:
1.Islam.
2.Berakal.
3.Baligh.
4.Berjenis kelamin laki-laki, apabila yang menjadi ma’mum adalah laki-laki.
5.Suci dari hadats dan najis.
6.Dapat membaca Al Qur’an dengan baik, serta mampu menyempurnakan rukun shalat.
7.Tidak berstatus sebagai ma’mum.
8.Lidahnya normal, sehingga dapat membaca Al Qur’an dengan fashih. Bagi seorang umi, arotta dan altsagh tidak diperbolehkan menjadi imam, sedangkan ta’ta-a dan lahin makruh menjadi imam, kecuali bila sampai merusak makna lafadh yang dibaca.
9.Shalat Imam dianggap sah oleh madzhab yang diikuti oleh ma’mum.
Keterangan:
1)Umi adalah orang yang tidak bisa membaca surat Al Fatihah dengan baik, baik keseluruhan atau sebagian saja.
2)Arotta adalah orang yang membaca idghom bukan pada pada tempatnya.
3)Ta’ta-a adalah orang yang mengulang-ulang huruf ta’.
4)Fa’fa-a adalah orang yang mengulang-ulang huruf fa’.
5)ltsagh adalah orang yang mengganti huruf ra’ dengan huruf ghin, huruf tsa’ dengan huruf sin, atau huruf dzal dengan huruf za’.
6)Lahin adalah orang yang salah dalam mengi’rob (membaca harakat) lafadh surat Al Fatihah.
Kriteria Imam
Imam adalah orang yang paling berpengaruh dalam shalat jama’ah, sihingga Fuqaha’ sangat selektif dalam memlih imam, urutan kriteria imam yang harus diutamakan adalah sebagai berikut:
1. Penguasa daerah.
2. Imam tetap (rowatib).
3. Penduduk asli.
4. Faqih (orang yang pandai ilmu fiqih).
5. Qori’ (orang yang fasih membaca Al Qur’an).
6. Wara’ (orang yang wira’i).
7. Orang yang lebih dulu masuk Islam.
8. Orang yang baik nasabnya.
9. Orang yang bagus pakaiannya.
10.Orang yang bersih badannya.
11.Orang yang baik pekerjaannya.
12.Orang yang tampan wajahnya.
Syarat Ma’mum
Syarat menjadi ma’mum ada tujuh, yakni
1. Posisi tumit harus dibelakang imam
Syarat ini sangat lumrah, sebab sebagai pengikut, ma’mum harus berada di belakang sang imam. Sedangkan dalam penataan barisan shalat (shaf) aturannya adalah sebagai berikut:
a. Ma’mum satu orang
- Laki-laki: berdiri di sebelah kanan Imam dengan sedikit mundur.
- Perempuan: berdiri di belakang Imam.
b. Ma’mum dua orang atau lebih
- Laki-laki atau perempuan saja: berdiri di belakang imam.
- Laki-laki dan perempuan:
• Apabila laki-laki satu, maka dia berdiri di sebelah kanan imam dengan sedikit agak mundur, kemudian ma’mum perempuan berdiri di belakang imam.
• Apabila lebih dari satu, maka membuat barisan di belakang imam, dan ma’mum perempuan berdiri di belakang ma’mum laki-laki.
c. Ma’mum terdiri dari laki-laki, wanita, anak-anak dan banci
Membuat barisan di belakang imam, dengan posisi laki-laki berada di barisan paling depan, disusul anak-anak (lelaki), banci dan orang perempuan.
Catatan:
Makruh berdiri sendiri dibelakang shof, bahkan sebagian Ulama’ menganggapnya tidak mendapat fadhilah shalat jama’ah. Untuk menghindari hal itu, yang harus dilakukan adalah:
- Masuk ke shof ,
- Apabila tidak bisa, maka menarik ma’mum di depannya.
2. Mengetahui gerakan imam
Seorang ma’mum dapat mengetahui gerakan imam dengan cara:
a.Melihatnya secara langsung,
b.Mendengar suaranya,
c.Mendengar suara mubaligh,
d.Melihat shof di depannya.
3.Imam dan ma’mum berkumpul dalam satu tempat
Posisi imam dan ma’mum ketika shalat ada tiga kemungkinan:
a.Berada dalam masjid
Dalam keadaan ini, jama’ah berhukum sah secara mutlak.
b.Tidak dalam masjid, meliputi:
- Tanah lapang, dalam posisi ini jama’ah hukumnya sah apabila jarak antara imam dan ma’mum, antar shof, antar ma’mum, tidak lebih dari tiga ratus dzira’ atau seratus lima puluh meter.
- Suatu bangunan
Yakni imam dan ma’mum berada di suatu bangunan yang berlainan, dalam keadaan seperti ini jama’ah berhukum sah apabila:
• Memenuhi semua syarat yang berlaku ketika berma’mum di tanah lapang,
• Diantara imam dan ma’mum tidak terdapat penghalang yang mencegah sampai kepada imam atau melihat gerakannya,
• Jika terdapat penghalang, maka disyaratkan adanya orang yang berdiri di tempat yang lurus dengan jalan menuju imam, sebagai penghubung antara ma’mum dan imam.
• Imam dalam masjid sedangkan ma’mum di luar masjid
Dalam keadaan seperti ini, berma’mum berhukum sah apabila tiga syarat di atas telah terpenuhi, akan tetapi hitungan jarak dimulai dari ujung masjid.
Catatan:
- Makruh bagi ma’mum berada di tempat yang lebih tinggi dari tempatnya imam begitu pula sebaliknya, kecuali ada hajat (kebutuhan).
- Jalan dan sungai bukanlah termasuk penghalang antara imam dan ma’mum.
4.Niat Berjama’ah
a.Niat menjadi ma’mum hukumnya adalah wajib, misalnya:
أُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالٰى
b.Niat menjadi imam hukumnya sunnah, kecuali dalam shalat jum’at, misalnya:
أُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً إِمَامًا ِللهِ تَعَالٰى
5. Adanya kesesuaian urutan gerakan imam dan ma’mum
Oleh karenanya, jama’ah tidak sah apabila orang yang shalat fardlu berma’mum pada orang yang shalat gerhana atau shalat jenazah.
6. Ma’mum harus mengikuti imam dalam kesunahan yang apabila ditinggalkan akan nampak perbedaan yang sangat mencolok; seperti sujud tilawah dan tasyahud awal.
7. Ma’mum harus mengikuti gerakan imam
Maksudnya ialah:
- Ma’mum tidak boleh mendahului imam dalam dua rukun fi’li dengan sengaja dan mengerti keharamannya. Apabila lupa dan tidak mengerti keharamannya, maka shalatnya tidak batal, tetapi raka’at yang telah ia lakukan tidak dianggap.
- Ma’mum tidak boleh tertinggal dari imam dalam dua rukun fi’li tanpa udzur.
Sebab Putusnya Jama’ah
Hal-hal yang menyebabkan terputusnya jama’ah adalah:
1.Imam keluar dari shalat, baik karena semisal hadats, atau karena shalatnya telah selesai.
2.Niat memutus jama’ah (mufaroqoh)
Catatan:
Udzur yang memperbolehkan meninggalkan jama’ah di masjid:
1)Sakit yang memberatkan untuk jama’ah.
2)Khawatir bahaya yang akan menimpa pada diri, harta, atau kehormatannya.
3)Hujan, Lumpur, hawa yang sangat dingin.
4)Menahan kencing dan berak, atau sangat lapar dan dahaga.
5)Tertahan di suatu tempat.
6)Memakan sesuatu berbau busuk yang sulit dihilangkan.
7)Runtuhnya atap pasar, terjadi gempa, dan cuaca yang sangat panas siang malam.
0 komentar:
Posting Komentar