SHOHIBUL JABAIR
Pengertian
Jaba’ir adalah jamak dari kata jabiroh, yang secara definitif berarti pembalut yang dipasang dan dilekatkan pada bagian yang retak, pecah, patah, terluka, atau terlepas, agar segera pulih kembali. Dari pengertian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang termasuk jabiroh. Diantaranya adalah gips, perban, pembalut, obat dan lain sebagainya.
Syarat Mengusap Jabiroh
Bagi orang yang bagian tubuhnya terdapat jabiroh (shohibul jabair), ketika bersuci dari hadats besar maupun kecil, diperbolehkan bersuci dengan cara bertayamum dan mengusapnya dengan air, tanpa harus mengulangi shalatnya, apabila memenuhi beberapa syarat;
1. Tidak mungkin melepas jabiroh, karena khawatir terlalu lama menderita, bertambah parah atau justru akan menimbulkan luka baru,
2. Posisi jabiroh tidak sampai melebihi pada bagian yang sehat di sekitar luka, yang diperlukan untuk melekatkannya,
3. Pemasangan jabiroh dalam keadaan suci,
4. Posisi jabiroh berada pada selain anggota tayamum. Ketentuan ini menurut qoul masyhur yang dipilih oleh Imam Nawawi, sedangkan menurut mayoritas Ulama’, ketentuan ini tidak berlaku.
Apabila semua persyaratan di atas tidak terpenuhi, maka ketika lukanya telah sembuh dan jabiroh telah dilepas, ia wajib berwudlu secara sempurna dan mengulangi shalat.
Tata-cara Bersuci
Saat bersuci perban wajib dilepas, kemudian membasuh anggotanya apabila tidak khawatir akan menimbulkan bahaya pada anggota yang sakit. Jika khawatir akan menimbulkan bahaya, maka tata-cara bersucinya adalah sebagai berikut;
1. Untuk hadats besar
Bagi pemakai jabiroh yang berhadats besar wajib melakukan tiga hal:
a. Tayamum,
b. Membasuh seluruh anggota tubuh yang sehat dengan air,
c. Mengusap jabiroh.
Karena dalam basuhan mandi tidak disyaratkan tertib, maka praktek bersucinya ada dua macam cara, boleh mendahulukan tayamum, atau mendahulukan mandi. Sehingga dapat dilakukan beberapa alternatif praktek:
a. Alternatif pertama
1) Bertayamum seperti biasa, dan sunah mengusap jabiroh dengan debu,
2) Membasuh seluruh anggota yang sehat dan bagian sekitar jabiroh sebisa mungkin; seperti dengan menggunakan lap dengan sedikit ditekan dan ditahan sesaat, agar air dapat benar-benar sampai pada anggota yang sehat tanpa mengenai luka,
3) Mengusap seluruh jabiroh dengan air.
Cara demikian ini adalah yang lebih utama, sebab dengan mengakhirkan basuhan, dapat membersihkan bekas tayamum.
b. Alternatif kedua
1) Membasuh seluruh anggota tubuh yang sehat dan anggota di sekitar jabiroh sebagaimana di atas,
2) Mengusap seluruh jabiroh,
3) Tayamum sebagaimana di atas.
2. Untuk hadats kecil
Terdapat dua pemilahan cara bersuci dari hadats kecil bagi pemakai jabiroh:
a. Jabiroh terletak di luar anggota wudlu
Pada kondisi ini, jabiroh tidak berpengaruh apa-apa, dan cara bersucinya dengan berwudlu seperti biasa.
b. Jabiroh terletak pada anggota wudlu
Bagi pemakai jabiroh yang berhadats kecil wajib melakukan tiga hal:
1) Membasuh seluruh anggota wudlu yang sehat,
2) Mengusap jabiroh,
3) Tayamum.
Namun, karena dalam wudlu disyaratkan tertib, maka tayamum, mengusap jabiroh, dan membasuh anggota sehat pada sekitar jabiroh, dilakukan pada saat giliran membasuh anggota yang terdapat jabiroh. Mengenai urutan membasuh anggota sehat pada sekitar jabiroh, mengusapnya, serta tayamum, tidak disyaratkan tertib.
Berikut adalah cara bersuci yang berbeda-beda menurut posisi jabiroh;
a. Jabiroh berada di wajah
Urutan yang mesti dilakukan adalah:
1. Niat wudlu besertaan membasuh bagian wajah yang sehat di sekitar jabiroh sebisa mungkin sekaligus,
2. Mengusap jabiroh,
3. Tayamum,
4. Membasuh tangan,
5. Mengusap sebagian kepala,
6. Membasuh kedua kaki.
Karena wajah adalah bagian pertama yang wajib dibasuh, maka yang pertama dilakukan bisa dengan membasuh muka sebagaimana cara di atas, atau mendahulukan tayamum lalu mengusap jabiroh kemudian berwudlu.
b. Jabiroh berada di kedua tangan atau salah satunya.
Urutan cara bersucinya adalah:
1. Niat wudlu besertaan membasuh wajah,
2. Tayamum,
3. Mengusap jabiroh dengan air,
4. Membasuh bagian tangan yang sehat, dan bagian sekitar jabiroh sedapat mungkin,
5. Mengusap sebagian kepala,
6. Membasuh kedua kaki.
c. Jabiroh berada di sebagian kepala
Yang harus dilakukan adalah berwudlu sebagaimana biasa, yakni dengan mengusap sebagian kepala yang sehat dengan air.
d. Jabiroh berada di kedua kaki atau salah satunya
Yang dilakukan adalah:
1. Niat wudlu besertaan dengan membasuh wajah,
2. Membasuh kedua tangan,
3. Mengusap sebagian kepala,
4. Tayamum,
5. Mengusap jabiroh dengan air,
6. Membasuh bagian kaki yang sehat pada sekitar jabiroh.
e. Jabiroh berada di sebagian wajah dan kedua tangan
Karena jabiroh berada pada dua anggota wudlu, maka tayamum juga harus dilakukan dua kali pada waktu giliran membasuh keduanya. Secara kongkrit prakteknya adalah sebagai berikut:
1. Niat wudlu besertaan membasuh bagian wajah yang sehat, dan bagian sekitar jabiroh sebisa mungkin,
2. Tayamum,
3. Mengusap jabiroh yang berada di tangan,
4. Mengusap sebagian kepala,
5. Membasuh kedua kaki.
Demikian pula apabila jabiroh yang berada pada dua anggota wudlu atau lebih, maka tayamum dilakukan berulang-ulang menurut posisi jabiroh.
f. Jabiroh berada pada seluruh wajah
Yang harus dilakukan adalah:
1. Niat tayamum, kemudian mengusap kedua tangan dengan debu,
2. Mengusap seluruh jabiroh dengan air,
3. Membasuh kedua tangan dengan air,
4. Mengusap sebagian kepala,
5. Membasuh kedua kaki.
Dalam keadaan seperti ini, menurut Ibnu Hajar dalam kitab Al l’ab, tidak diharuskan niat wudlu pada waktu membasuh kedua tangan, namun dalam kitab Tukhfah, beliau memilih pendapat yang mengharuskan niat wudlu.
g. Jabiroh berada pada seluruh tangan
Cara bersucinya adalah:
1. Niat wudlu besertaan membasuh wajah,
2. Tayamum,
3. Mengusap seluruh jabiroh dengan air,
4. Mengusap sebagian kepala,
5. Membasuh kedua kaki.
Demikian pula untuk perban yang berada di seluruh kaki atau seluruh kepala, tayamum juga dilakukan saat membasuh keduanya.
Catatan:
1. Cara bersuci shahibul jabair yang sebenarnya adalah berwudlu (untuk hadats kecil) atau mandi (untuk hadats besar), disyari’atkannya tayamum sebagai pengganti wudlu atau mandi dalam hal ini, semata-mata karena darurat adanya luka.
2. Pengusapan jabiroh dengan air adalah sebagai pengganti tidak terbasuhnya anggota tayamum yang memang diperlukan untuk melekatkan jabiroh. oleh karena itu, untuk jabiroh yang sama sekali tidak melekat pada anggota yang sehat, tidak perlu mengusap jabiroh. cara bersucinya cukup dengan berwudlu dan tayamum. dan tidak perlu mengulangi shalatnya.
3. Pada waktu bertayamum disunahkan mengusap jabiroh dengan debu.
4. Tayamum adalah cara bersuci darurat, yang hanya berlaku untuk melaksankan satu shalat fardlu serta ibadah-ibadah sunah. oleh karena itu, selama belum berhadats, setiap kali akan melaksanakan shalat fardlu, shahibul jabair harus mengulangi tayamum tanpa melakukan wudlu dan mengusap jabiroh. berbeda ketika sudah berhadats, shahibul jabair harus mengulangi cara bersuci secara tuntas.
5. Jumlah tayamum yang dilakukan harus sesuai dengan jumlah jabiroh pada anggota wudlu yang harus dibasuh atau diusap. jika terdapat dua jabiroh; semisal pada tangan dan kaki, maka tayamum dilakukan sebanyak dua kali.
والله أعلم بالصواب
0 komentar:
Posting Komentar